PERPUSTAKAAN STPN
Pengarang | |
Penerbit | |
Tempat Terbit | Malang |
Tahun Terbit | 2020 |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 978-602-462-434-7 |
Kolasi | viii,125 hlm. ; ilus. ; 23 cm |
Subjek | |
Media | Buku |
Abstrak | |
Istilah Kebijakan Satu Peta ini (One Map Policy, OMP) muncul pertama kali sejak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, pada Rapat Kabinet 23 Desember 2010. Istilah kebijakan satu peta ini, muncul ketika Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)menunjukkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) peta tutupan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan yang berbeda dimana hal tersebut yang mendorong Presiden SBY memerintahkan penyusunan satu peta. Konsep One Map Policy adalah untuk menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi oleh berbagai sektor ke dalam satu peta secara integratif, dengan demikian tidak terdapat perbedaan dan tumpang tindih informasi dalam peta yang mana ditetapkan oleh satu lembaga dalam hal ini BIG untuk ditetapkan sebagai one reference, one standard, one database, dan one geoportal. Informasi Geospasial (IG) yang akurat dan mutahir akan membantu pemerintah dalam membuat kebijakan. Menurut Ketut Wikantika, Guru Besar Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan memanfaatkan informasi geospasial, penyelenggaraan pemerintah menjadi lebih efektif, termasuk dalam tata kelola asset daerah dan desa. Bahwa "One Map Policy" diyakini akan dapat mendukung kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien termasuk di dalamnya pengawasan dan pengelolaan lingkungan. Oleh karena itulah dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, dua kementerian yang dulu terpisah kini disatukan yaitu Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH). Deforestasi yang tidak terkendali salah satunya adalah karena tidak tersedianya peta atau informasi geospasial yang terintegrasi pada setiap kementerian dan lembaga, sehingga terjadi tumpang tindih dalam pemberian ijin usaha. Permasalahan ini sangat terkait dengan pemetaan tataruang daerah. Keterbatasan ketersediaan informasi geospasial dan sumberdaya manusia yang memahami informasi geospasial dan analisis keruangan menjadi salah satu penyebab utama dari rendahnya kualitas penataan ruang. Pembahasan buku ini terdiri dari 5 (lima) bab. Bab Pertama membahas Sejarah Kebijakan Satu Peta, Bab Kedua membahas Manajemen Hubungan Kebijakan Satu Peta, Bab Ketiga membahas Sistem Perencanaan Tata Ruang Indonesia, Bab Keempat yaitu Kendala Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dan Bab Kelima Masa Depan Kebijakan Satu Peta. Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan terkait OMP, para mahasiswa serta para peneliti geodesi yang terkait dengan tata ruang wilayah nasional Indonesia. |
Nomor Rak | 600 - K | ||||||
Nomor Panggil | 651 Yul k | ||||||
Lokasi | Ruang Baca | ||||||
Eksemplar | 1 | ||||||
PENCARIAN RFID Pencarian koleksi menggunakan RFID akan membantu mempercepat menemukan koleksi di rak buku. Gunakan fitur ini jika mengalami kesulitan dalam menemukan koleksi di rak buku. Untuk menggunakan fitur ini silahkan klik salah satu Tombol Pesan diatas kemudian hubungi Petugas Pelayanan Sirkulasi dengan menyebutkan Judul Bukunya. |