Menghadapi pernyataan kaum `Ateis Baru' tersebut, buku ini mencoba menjawab persoalan `toleransi' yang memang tidak sederhana. Ada tiga hal yang menarik bagi pembaca, khususnya di Indonesia tentang buku ini. Pertama, buku ini disusun dari trialog atau pembicaraan tiga pihak agama-agama Abrahamik, yang jarang kita dengarkan. Satu pertemuan trialog agama-agama Abrahamik, kalau bukan satu-satunya sejauh ini, yang pernah diadakan di Indonesia adalah yang diselenggarakan oleh International Scholars Annual Trialogue (ISAT) pada 14-19 Februari, 2000 di Jakarta. Tentu saja dengan masuknya agama Yahudi, trialog akan memberikan perspektif baru yang berbeda dari dialog Kristen-Islam yang sudah sering dilakukan di tanah air.
Kedua, buku ini ditulis oleh tokoh-tokoh dunia yang menuliskan refleksi dan pengalaman keagamaan mereka yang mendalam, dengan merujuk tradisi dan Kitab Suci mereka. Dengan kata lain apa yang mereka tulis mengalir dari iman yang hidup. Tanpa meninggalkan dimensi akademik serta kemungkinan adanya perbedaan-perbedaan mendalam, trialog ini justru mencerminkan kejujuran dan ketulusan hati Para pembicara, serta keinginan untuk Baling memahami `dari hati ke hati'. Dalam arti ini trialog agama mengatasi pertimbangan-pertimbangan politis, yang sering keras dan intoleran.
Ketiga, dari buku ini, kita bisa belajar banyak dan memperdalam pengertian `toleransi' yang sangat kompleks dan kaya dari Para tokoh dunia dan dari sumber keagamaan yang mereka harap tiba-tiba kita seperti diingatkan akan adanya 'panggilan' bersama dari ketiga agama, yang perlu mewarisi sumber spiritualitas yang sama, tetapi terpisah-pisah oleh peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian manusiawi (Prof. Dr. A. Sudiarja).